Berkelahi Dengan Naluri

Oleh stenlly...


Saat harap tidak sesuai dengan rencana yang dinginkan, menata hidup dengan rapi tapi kenyataan selalu berkata lain, ditambah lagi dua paham yang menghantui seakan meberi jalan dengan pandang yang berbeda satu sama lain.

Polah pikir yang berangkat dari Perasaan dan dan pola pikir yang berdasarkan pemahaman logika manusia, saat menentukan pilihan tak jarang, dua dari polah cara berfikir manusia ini, meberi efek dilema padaku saat menentukan pilihan seakan diri ini sedang “Berkelahi Dengan Naluri”.
Sulit, banyak memersa tenaga hati, namun itulah yang terjadi. Mempunyai pribadi yang membenci rasa ego, dan lebih mementingkan hal yang berbau sosial yang erat dengan riligius. Kadang hal ini yang menambah sulit untuk menentukan pilihan mana yang harus ku jalani.
Pernakah anda merasa sulit untuk memberi pilihan buat hidup sudara, atau merasa dilemma saat menetukan jalan yang mana yang harus anda jalani.
Sederhanya, setiap manusia pasti melewati fase ini, namun tak sedikit diantaranya berahir dengan perbuatan tak terpuji, seperti membahayakan diri sendiri dengan memilih untuk mengahiri hidup atau tidak sedikitnya, banyak pulah manusia akan lari pada hal-hal yang berbau negative, serta rentan membahayakn orang lain disekitarnya.
Dipaksa menikah di umur Sembilan belas tahun karena dampak dari pergaulan bebas, tentunya hal ini sangat merubah kepribadianku, walaupun sebenarnya ku akui, semua yang ku rasakan adalah buah dari yang kutanam sendiri.
Apa boleh buat, seorang anak laki-laki umur Sembilan belas tahun harus mengahiri masa lajangnya, disaat semua teman-teman senayanya, sementara sibuk dengan mengejar mimpi mereka masing-masing.
Setelah menjalani pernikahan beberapa bulan, semangatku untuk menjalani hudup serta menatanya kembali, terbanyang akan pentingnya mepersiapkan masa depan buat Bayi kecil perempuan yang mungil dan baru lahir ini.
Rasa panik seperti para pria dewasa, saat menanti kelahiran anaknya pun dirasakan anak remaja usia Sembilan belas tahun ini.
Suara yang tak asing bagi bayi yang baru lahir, terdengar begitu menyiram rasa suram hidup ini, menjadi sebuah harapan yang takan tergantikan.
Kini anak usia Sembilan belas tahun itu resmi manjadi seorang ayah muda. Dinamakanya anak perempuan itu Frilia Gebriel Ladee.
 
Karena rasa kagum pada hidup kembali berwarna, aku pun memutuskan untuk pergi melanjutakan kulia di ibu kota, demi merebut masa depan seperti yang dilakukan oleh semua teman sebayaku.
Kutitip rasa rindu yang mendalam buat sang putriku dalam hati, “ayah ahrus pergi, demi melanjutkan sekolah dan kembali mejalakan semua mimpi demi anaku yang kucintai,” kata dalam hatiku saat hendak mau melangkah naik di atas bus yang menuju kea rah ibu kota provinsi ini.
Perjuangan masih terus kulakukan baik itu melawan rasa ego sendiri dan melawan godaan untuk bertindak ceroboh saat menjadi mahasiswa, namun semua rasa itu ku bending dengan melibatkan diri pada organisasi keagamaan di kampus.
Dengan berbagai kegiatan organisai yang digelar di kampus cukup menyita waktuku, namun itu sangat bermanfaat, setidaknya seorang ayah muda ini mampu melewati harinya tanpa melupakan istrinya yang ada jau disana bersama anak permpuannya.
Merasa bosan dengan kegiatan kampus yang teralalu memuntutku untuk melakukan pengeluaran yang besar setiap hari, jujur saja walaupun sudah beristri aku masih di ongkos oleh orang tuaku, di tiap bulanya baik biaya kampus maupun untuk disetiap harinya.
Keadaan tersebut membuatku malu, bagaimana tidak, seorang anak yang sudah beristri, harusnya sudah bisa membiayai hidupnya sendiri, bakhan keluarganya pulah harus menjadi bagian dari tanggung jawabnya.
Dengan desakan paham itupun aku sadar, kota yang besar ini tidaklah mungkin jika lowongan pekerjaan untuk sorang lulusan SMA sederajat tidak dibutukan, setidanya aku bisa menjual skil yang kumiliki secara otodidak ini.
Mencari pekejaan dengan memanfaatkan mempunayai banyak teman, tentunya akan muda menemukan informasi lowongan pekerjaan.
Saran dari teman, yang baik selalu berujung baik, kusempatkan mengikuti saran temanku, lamaran untuk perusahaan pers yang membutukan seorang wartawan.

Walaupun awalnya merasa asing dengan pekerjaan tersebut, namun apa salanya jika mencoba hal yang baru, berharap di terima dengan cepat, ternyat memang itu yang terjadi.
Pagi hari, telepon dari kantor perusahaan pers itu pun menelpon, mereka memintaku untuk segera datang ke kantor buat di iterview, hanya dengan dilemparkan beberapa pertanyaan didurasi waktu yang cukup singkat, keputusan terkahir akupun di terima bekerja sebagai wartawan.
“wow, apa yang harus ku perbuat, pekerjaan ini sungguh asing bagiku, aku tidak tau bagiman membuat berita, atupun mencarinya,” kataku dalam hati, sambil senang bercampur kuatir.
Bermodalkan, pribadi yang cepat bergaul dengan orang lain, cukup membantu, baat pekerjaan yang satu ini, hanya dengan beberapa hari aku pun bisa berbaur, dan memiliki skil yang tidak telalu buruk untuk si pewarta amatiran.
Merasa sudah cukup mapan dengan pendapatan perhari, keputusan untuk memanggil tinggal bersama keluraga kecikupun ku niatkan.
Rasa rindu pada putriku, yang sudah hampir dua tahun itu kutinggakan sepertinya akan segera terobati, istri dan anaku tinggal mengitung jam mereka akan tiba dan akan tingal bersamaku.
Pelukan yang ku natiakn dari anaku yang sudah hampir bisa berbicara itu, akhirnya bisa mengobati rasa rinduku padanya selama ini.
Harus ku akui, anaku akan merasa asing dengaku karena lingkunagnya selama ini tidak ada aku di benahnya, entah dia beratnya-tanya. “ siap orang ini, kok dia memliki dengan rasa rindu yang mendalam dan sesekali mencimiku dengan genit rasa lucu,”
Hanya dengan hitungan minggu, anak perempuanku, kini bisa memnagilku papa, walaupun masih seperti malu-malu namun kemajuan kebranianyua harus ku akui, ditamba lagi saat aku meninggalkan mereka, anaku masih berusia dua bulan lebih.
Bagaiman tidak aku merasa senang dengan pangilan itu, papa, anakku usia satu tahun sebelas bulan itu, kini memnaggilku Papa.
Hari-hari kami lewati bersama, dengan layaknya seperti rumah tangga yang lain, anak ku Gebriel kini di setiap harinya makin ceria, hal ini memberi semangat yang luar biasa bagi ayah muda ini.
Sebelum pergi bekerja, dipagi hari diwarnai dengan canda akibat polos Gebriel Berbicara dengan nada yang lucu, sepertinya momen ini membuatku berat meninggalkanya pergi bekerja, serasa mau bermain dengan Gebriel seharian penuh.
Saat tiba jam istrahat makan siang adalah waktu yang kunantikan pulah, aku akan pulang ke rumah untuk makan siang disan ada anak dan istriku yang menunggu.
Kini sudah dua bulan lebih anak dan istriku tinggal bersamaku, keluraga sderhana ini makin memberi semangat yang tak kunjung padam buatku, untuk jalani hidup, takan ada kata mengeluh, semuanya akan baik  walaupun susuah atau pun senang.
Di tamba lagi di bulan kedua saat kami tinggal bersama, setelah hampir dua tahun tidak perna bertemu fisik hanya saling berbagi hari lewat satelit, istriku kembali meberi kabar baik yang menyejukan sekalian memberi semangat.
Hanya benda kecil seperti sedotan minuman gelas itu dan bergariskan dua garis yang berarti Positif, kini puriku Gebriel akan segera memiliki teman bermain dikelahiran adiknya yang hanya delapan bulan lagi.
Kini hariku makin semangat, menurut banyangku, aku akan segera memiliki dua anak, diumurku yang ke dua puluh dua ditahun depan.
Kalian pasti bisa bayankan, apa yang akan dirasakn seorang pria yang amat mecintai keluarganya sampai sampai rela berkoraban dalm betuk apapun itu.
Kini kami satu keluraga sederhana ini, akan memiliki anggota baru diberapa bulan kedepan, namun diriku dikejutkan dengan kelahiran anaku yang ke dua ini, pasalnya hitunganku meleset dan tejadi secepat ini, bagaimana tidak anak dalam kandungan istriku, lahir hanya dalam kurung waktu empat buln semenjak kami putuskan akan tinggal bersama.
Berbagai tamgapan hadir dalam benaku saat kelahiran anku yang kedua ini, ditamba lagi tim medis mengatakn mustahil ada ank sesehat ini akan lahir dalam kurung waktu yang singkat yakni hanya empat bulan saja.
Tanya, terus terbayang dalam benahku, demi menjaga nama baik istriku, aku hanya bisa mejawab pada semua orang yang brtanya padaku tentang kelahiran purtriku yang kedua ini.  “kami hanya salah hitung kok, tidak ada yang ganjil pada kelahiran putiku ini,” kataku pada setiap orang yang menanyakan kelahiran purtriku yang diduga prematur empat bulan itu.
“Yah Tuhan apa, apa yang terjadi pada kehidupan rumah tangga ku, siapa yang salah Tuhan?, ini sudah terjadi, takan ada gunanya, jika aku menyesali,” kataku dalam hati, sambil meneteskan air mata hangat ku.
Tiga hari berlalu, semenjak kelahiran putri ku yang kuberi nama Melodi Natalia itu, kini kami harus berpindah tempat tinggal ke rumah adik mertuaku yang permpuan, tepatnya di sudut kota ini. Di sana mereka akan teratur kosumsinya, kelurgaku saat aku tinggalkan pergi ke kantor.
Karena tak tahan dengan sejumlah pertanyaan setiap orang pada ku, aku pun meberanikan diri untuk bertanya pada istriku sia gerangan ayah kandung dari anak yang baru dirinya lahirakan itu.
Dengan rasa bersalah dan meyesal istriku menjelsakannya, ternyata memang benar dugaanku, istriku sudah hamil duluan saat dirinya meminta untuk ingin pergi tinggal denganku.
Begitu menyakitkan saat harapan bergganti dengan kenyataan yang pahit dan sulit untuk dijalani, pengorbanan sekan tak ternilaikan dan harga diri seperti telah diijank-injak.
Namun itu yang terjadi, sekarang waktunya mengambil keputusan, apakah aku akan besar hati berkorban demi menylamatkan keluragaku yang sederhana ini, seperti paham yang di ajarkan oleh kepecayaanku atau aku lebih condong memikirkan hal yang umum dilakukan oleh semua suami yang disolimi.
Sulit memang sulit, disatu sisi ada anak kandungku Gebriel yang membutukan seorang figur ayah dimasa pertumbuhanya, sementara itu anak yang dilahirkan istriku tidak punya salah apa-apa dan tak berdosa aku harus punya rencana yang mulia menngapi problema ini.
Walaupun demikian suramnya maslah yang kuhadapi, aku tetap sadar bahwa hidup bukan Cuma untuk hari ini, masih banyak dimensi hidup yang menunggu untuk kumasuki dan mejalaninya.
Keputusan yang dominan kupilih saat ini lebih berat pada rasa egoku, aku lebih memilih menjadi duda diusia yang masih terbilang muda ini.
Aku tidak menyankal dengan takdir yang kujalani serta tanggung jawab yang harus kuhadapi, hanya saja aku telah mengingkari janji suci yang telah ku ucap saat pernikahan kudus di gereja beberapa tahun lalu.
Menafkai dua putri yang cantik ini masih terus kulakukan, walupun kami tidak tinggal satu atap lagi, kuluangakn waktuku ditiap minggunya pergi menengok putri-putriku.
Rasa besar hati hanya asebagian ku tunaikan untuk menerima kenyataan ini, bisa dibilang kehadiran anak-anak polos dan tak berdosa ini bisa kumalumi, tapi kehadiran serakanya ulah manusia yang tega menyakiti hati pasanganya, masih belum bisa masu diatas normal benaku.
Pilihanku saat ini, memang bertolak belakang dengan paham agama yang kujalani, tapi aku hanya berharap, pilihan yang telah kupilih ini akan di restui oleh Sang pengukir hidupku serta mengampuni dosaku.
Naluri kadang bekata lain namun logika berkata lain pulah, manusia bisa saja berkelahi hanya karena berbeda pendapat, namun kupikir padangan naluri dan pandangan logika hari ini sedang bertengkar satu samal lain hingga dampaknya dilemma membayangi disetiap detik hidup yang kujalani.
JERITAN Seorang Hamba (puisi)
Jika Bapaku di sorga memberikan perintah yang mutlak untuk dilaksanakn, kenapa tidak hamba sebagi manusia berhak memilih keputusan yang mutlak pulah untuk di pilihan HIDUP hamba…
Keaadan memang memaksa untuk memilih sesuai kehendakNYA, tapi salahkah jika hamba megikuti kata hati dari pada berangkat dari kata pengorbanan yang sejati untuk memuliakan  Nama MU.
Meskipun hamba diminta untuk berkorban, apakah arti hidup seseorang  yang percaya di bumi ini, walau akan kembali menikmati Hidup Yang Kekal nanti. 
Namun hambah tetaplah hambah hany bisa mengikuti kata Tuan.
Menyesali, atau pembangkang hanya akan berujung pada penyesalan, karena Sang pengukir yang serupa denganku itu, setiap kata yang keluar dari mulutNYA adalah Firman yang hidup dan sikapnya mutlak,
Setiap manusia yang melanggar atau mengabaikannya bersiaplah untuk tidak mendapat tiket untuk hidup yang kekal itu.
Hamba sebagai manusia bukti karyaNYA, hanya bisa pasra, jika suatu saat nanti, hamba akan mendapatkan buah dari keputusan hamba, baik dalam bentuk Hukuman kekal maupun Hukuman yang akan berlaku buat keturunan hamba seprti kutukan yang hanya bisa putus jika keturunan hamba menjadi orang percaya yang sejati.
Menghibur diri, hamba hanya bisa kembali mabangun memori tentang apa yang di tuliskan dalam buku tebal besar ini, bawa Tuan hamba adalah Tuan yang Maha pengasih dan akan mengampuni Dosa hamba oleh karena kebesaran dan kemurahan Hatinya.
Tapi jika datang penghakiman atas hamba baik itu yang datang dari rekan hamba manusia, hamba akan teringat lagi, bawah keptusan yang keluar dari Mulut Tuan hamba itu adalah mutlak dan tak ada satupun yang bisa mencabutnya kecuali Tuan itu sendiri.
Mimpi yang sempat terhalang seakan memberi semangat, untuk menjalani hidup, mimpi itu hanya sederhana, berupa pencapaian di masa depan agar diakui rekan sekitar bawah anak nakal dan tak berguna empat puluh tahun lalu sanggup menjadi pemimpin yang bijak.
Mimpi yang telah bertumpuk itu, kini dijadikan hiburan agenda yang harus terselesaiakan, bagaikan berpura-pura atas keadaan yang sebenarnya.
Meski hidup sekarang adalah berusaha menyelesaiak tumpukan Pr mimpi, yang sempat terputus, namun hamba selalu berharap kutukan takan berlaku pada proses hamba menjalani hidup kelak.
Harapan, impian dan keinginan serta tumpukan Mimpi yang belum terpecakan, dijadikan umpan untuk, melawan kutukan, seraya berharap Tuhan kan terus  Mengampuni. 
 Oleh Stenlly


Tentang Penulis


Nama : Stenlly Ladee

TTL : Mangkutana 23 Maret 1994

Pekerjaan : Wartawan, Jurnalis
Agama : Kristen Protestan


@email : stenllypers@gmail.com
Twitter : @stenllypers94
Facebook : Stenlly Ladee

Stenlly yang sering disapa Eten, adalah putra asli Poso, dirinya sejak dilahirkan di Maleku Kecamatan Mangkutana Luwu Timur, dan dibesarkan di Desa Bo’e Kecamatan Pamona Selatan, Kabupaten Poso.

Sejak duduk di bangku SMP Stenlly telah memulai menujukan kegemaranya pada menulis dan melukis serta dirinya juga sering menunjukan kegeamaranya bermain musiknya digereja.

Banyak karyanya saat itu hanya menjadi koleksi sendiri di rumah tanpa di publikasikan pada temanya di disekolah, dengan alasan teman sebayanya masih merasa tabu dengan Hobi Stenlly gemar menuis.

Saat dirinya mulai bekerja di perusahaan pers di Kota Palu Sulawesi Tengah, sebagai wartawan khusus untuk liputan Seputar kegiatan SKPD yang ada di lingkup Pemerintahan Kota Palu, dirinya makin mantap dengan meperbanyak diri berteman dengan Para Jurnalis, sehingga dia memutuskan untuk lebih lagi mengasa kemampuan menulisnya.

Dari semua novel dan cerita pendek serta puisi yang ditulisnya, semuanya berankat dari pengalaman pribadinya dan apa yang dirinya lihat, saat bekerja mencari berita di dalam kota.

















Frilia Gebriel Ladee

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alasan Pria Menangis Karena Wanita

Ini Dia Budaya Unik “Padungku” di Poso

Kabupaten tertua di Sulaewesi Tengah