BAB 1
Seperti
anak SMA yang baru lulus pada umumnya pasti rata-rata sudah mulai merencanakan
tempat untuk melanjutkan sekolah misalnya dengan berbagai pilihan seperti ke
perguruan tinggi atau langsung mencari pekerjaan.
Namun
berbeda halnya dengan saya, kalau semua teman saya pada rencanain untuk
melanjut kepergruan tinggi, namun saya lebih memili untuk mengikuti tes sebuah
seleksi TNI atau tentara republik indonesia, itu pun saya lakukan dengan
melawan rasa keinginan saya untuk suka berkulia di perguruan tinggi karena
sebua alasan tertentu.
Tidak
tau kenapa pada hari itu saya sempat betemu dengan teman saya yang kebetulan
baru saja pulang dari pendidikan di Sulawesi Utara yakni di Manado Sana. Abu
pangilan akrapnya.
“Ten
apa kabar” Pangil Abu saat dirinya menemui saya di satu lapangan di kampung
saya.
“Baik
bro” shut saya semangat.
“ten
kau mau melanjut di mana” tanya Abu.
“kayanya
saya belum tau ni, tapi yang pasti saya mau kulia.” Jawab saya.
“gini
ten kalau menurut saya postur badan kamu oke juga,” kata Abu.
“maksutnya,”
sahut saya dengan heran.
“Kamu
tu ruggi jika Cuma kulia, kamu cocoknya ikutin jejak saya” kata abu dengan
tegas.
“maksut
kamu saya ikut masuk tentara seperti kamu, gitu ?. jawab saya.
“iya
ten, kalau kamu masuk tentara kamu bisa cepat kerja sedangkan jika kamu kulia
masih butuh empat tahun, itupun belum tentu kamu dapat kerja” kata abu.
Setelah
pertemuan saya dengan Abu hati itu, rupanya saya cukup tergoda untuk mengikuti
jejaknya ikut tes militer di Manado. Bagaiman tidak saya tidak tergoda hanya
dengan waktu yang singkat mengikuti tes yakni tiga bulan, saya sudah bisa punya
gaji dan status sosial di masyarakat. Dibanding dengan melanjutkan niat saya
untuk kulia di perguruan tinggi Negeri yang butuh waktu bertahun tahun utuk
mendapatkan gelar sarjana dan belum pasti, menurut saya waktu itu.
Selain
dengan perbandingan waktu yang cukup singkat untuk segera berkarir dan punya
penghasilan di umur saya yang masih terbilang mudah, namun saya tergerak pula
dengan dorongan ingin kembali memikat cinta pertama saya dengan penampilan
militer yang gagah.
Maklumlah
pikiran anak mudah yang ceroboh demi cinta. Pikiran saya pada saat itu,
berangkat dari rasa kekesalan saya pada pacar yang saya sayangi untuk
membuktikan pada dirinyakalau saya bisa memenangkan kembali hatinya.
Singkat
cerita, hari mengikuti tes pun saya ikuti satu persatu, mulai dari tes parade
hingga sampai pada tes pisikologi, tes ini lebih condong penilaiannya pada tes
dan uji karakter serta IQ. Namun pad tes inilah yang saya gagal, pada hal
tinggal dua langkah lagi saya sudah bisa jadi anggota militer indonesia.
Dengan
alasan itdak lulus uji tes pisikologilah saya berniat untuk pulang kembali ke
Poso. Di tanah Sintuwu Maroso atau poso, saya malahan melampiaskan rasa
kekecewaan saya akibat kegagalan saya. Bagaimana tidak saya kecewa, selama di
mengikuti tes saya banyak menghabiskan uang belasan juta rupia, hanya untuk
kepengurusan berkasku untuk mengikuti tes.
BAB
2
Misi
Pengitaian Dimulai
Hari
makin hari saya pun saudah dua minggu di kampung, satu minggu sebelumnya diri
saya makin terkontrol, setelah dua minggu saya makin ngga karuan, bagaimana
tidak tiap malam saya pulang dengan keadaan mabuk alkohol. Cuma cara ini yang
bisa saya lakukan mengobati rasa kesal saya.
Hari
itu suda mau dekat bulan desember saya pun memutuskan untuk pergi ke kota
dimana mantan pacar saya berada, karena dia masih SMA kelas tiga. Selain demi
mengobati rasa rindu saya pun butuh suasan yang baru demi mengobati rasa kesal
saya.
Pada
sore hari, saya pun saat itu ingin mulai tujuan misi saya, dengan beralasn
lewat di depan rumahnya tanpa harus sepengetahuan dia. Hari itu saya lebih
berpenampilan tertutup dengan memakai masker dengan motor yang tidak sering
saya pakai, kepala sayapun ditupi dengan helem standar dengan harapan saat saya
lewat di depan rumahnya, dia tidak akan mengenalik.
Sebenarnya
saya mau ketemu secara lansung dengan dia tapi karena hubungan kami yang belum
juga membaik jadi misi saya untuk melihat dia, saya lakukan dengan diam diam
tanpa meberi informasi padanya, kalau saya sedang berada di kotanya.
Penguntaian
saya pun mulai brjalan, rupanya dia tidak menganal saya. Walaupun dia sedang
asik bermain dengan adiknya, diberanda
depan rumahnya,pengintaian saya pun sudah berlangsung tiga jam dari warung
bakso yang tidak jau dari rumanya.
Dengan
pandangan kurang lebih 30 meter dari warung bakso ke rumanya, saya mengamati
terus, apa yang hendak dilakukannya setiap saat, walaupun kadang-kadang dia
masuk kedalam rumah,sehingga menggagu momen pengobat rasa rindu saya.
Sekali-kali
saya saya melihatnya sibuk dengan telepon genggamnya, seperti terus menerima
pesan singkat atau sms, hal ini membuat bertanya-tanya, persaan saya saat itu
sudah menebak kalau dia sedang mengesemes pacar barunya, tapi saya tetap
optimis dengan misi saya kali ini akan berhasil.
Melihat
saya yang sibuk tersenyum sendiri dengan menatapi terus ke arah rumah mantan
saya, mas tukang baso bertanya pada saya.
“mas,
mas, mas, woiii maaaaaaas”...!!! panggil abang tukang baso sambil
melambai-lambaikan tanganya di depan mata saya.
“iya,
iya, iya mas, kekekekenapa, adaaa appppa mas” kaget saya menjawab abang tukang
baso.
“mas
emangnya kenapa kamu dari tadi, aku perhatikan senyum-senyum terus liatin rumah
yang di seberang sana,”. Tanya mas tukang bakso.
“
ngga mas aku ni lagi liatin mantan pacar aku dari jau” sahut saya.
“emang
yang manamantan pacar kamu,” tanya abang tukang baso.
“yang
diseberang jalan sana mas, yang ada toko besar di depanya” jawab saya.
“ohh
yang itu, itu kan salah satu pelanggan setia aku disini” kata mas tukang baso.
“mas
kenal juga sama Dinda” tanta saya.
“ow
jelas kenal dong, dia itu kan, biasanya suka nongkrong dengan teman-temannya di
warung saya ini”. Kata abang tukang baso.
“terus
bang temanya cewek semua atau ada juga cowok” tanya saya.
“biasanya
mereka datang itu, ada lima orang, tiga cewek dan dua cowok,” jawab abang
tukang baso.
“ow
kaya gitu yah mas, tapi kalau yang cowonya yang dua itu, ada ngga yang dekatnya
seperti orang pacaran sama Dinda”..???. tanya saya
“ada
mas, tapi sama cowok yang satunya, yang orang tinggi, aga kurus gitu mas” jawab
abang tukang baso.
“emangnya
cowok itu pake motor apa mas” tanya saya sudah mulai kuatir.
“pokoknya
cowok itu pake motor susuki satria Fu warna biru, yang sering juga jemput dia
di rumah ke sekolah, tiap pagi,”. Jelas abang tukang baso.
Mendengar
penjelasan abang tukang bakso pun, saya langsung cepat-cepat menghabiskan
minuman saya dan langsung pergi. Selain kesal dengan informasi yang saya dapat
dari mas tukang baso, hari itu sudah mau mendekati fajar mau terbenam, sekitar
pukul 17: 24 tau jam lima lewat. Saya harus segera pulang di kos teman saya,
mandi.
Malam
pun datang saya tidak mau jatu terlalu dalam dengan luka yang makin besar,
belum lagi di tambah kegagalan saya saat mengikuti tes di manado kemarin. Saya
pun saat itu makin hancur dan tak terkendali.
Melihat
keaadaan saya yang sepertinya orang yang identik dekat sekali dengan
masalah-masalah, pada saat itu. Teman saya Faruk, merasa kasihan dengan
mengajak saya jalan cari hiburan di dalam kota.
Tidak
tau kenapa, Faruk pun mendapatkan ide untuk membantu saya melupakan sejenak
permaslahan itu. Dia mengajak saya untuk membeli minuman beraalkohol dengan
rencana kami akan menghabiskannya di FDP (festifal danau poso) di sekitar
pantai pesisir pantai FDP lah kami berdua dan satu teman sekolah Faruk,
menghabiskan gelas demi gelas menghabiskan sisa yang pahit berharap dan ahirnya
bisa kulupakan masalah yang sedang melandaku saat itu.
Malam
pun makin larut, saat itu waktu sudah mulai menunjukan pukul 01:00 dini hari.
Dengan tidak sengaja pria yang mengendarai motor susuki Fu warna biru melintasi
belakang kami dengan motornya, saya melihatnya sedikit tidak terlalu jelas,
karena saaat itu lampu merkuri di pantai FDP hanya redup, ditamba lagi say
sedang mabuk berat.
“Seprtinya
saya kenal cewek yang diboncengi pria itu”
“ciri-cirinya
menyerupai Dinda, jangan-jangan”. Kata dalam hati saya
Saya
tamba yakin kalau itu adalah Dinda, karena postur tubunya pas dengan penampilan
Dinda, penasaran jika hanya saya menerka-nerka jika itu adalah Dinda. Saya pun meminta tolong pada Faruk
untuk membututi pria yang kuduga adalah pacar Dinda.
“Ruk
tolong deh, kamu buntutin pria motor Fu warna biru tadi yang barusan lewat di
belakang kita” kata saya pada Faruk.
“emangnya
kenapa Ten”??? tanya faruk.
“pria
yang mengendarai motor Fu warna biru tadi sepertinya sudah dia cowo barunya
Dinda sekarang,terus dia tadi itu kalu saya ngga sala liat dia lagi boncengi
Dinda, udah larut malam lagi” jawab saya dengan kuatir.
“oh
iya Ten, akan segera saya pastikan” jawab faruk sambil bergegas menhidupkan
motornya.
Menunggu
Faruk pergi membututi mereka, saya pun terus menunggu di pantai FDP bersama
teman sekolah Faruk, Edit namanya.
“Ten
emenagya kenapa dengan cowok motor Fu tadi”,???? Tanya Edit pada saya.
“ngga,
saya Cuma mintol sama Faruk pastikan, kalau cowok motor Fu tadi lagi boncengin
Dinda atau tidak”, sahut saya.
“oww
kaya gitu, tapi Ten Dinda itu Siapa”??? tanya Edit.
“jadi
gini Di, saya tu kesini, Cuma mau ketemu sama Dinda terus Dinda itu mantan
pacar aku pas aku masi SMA, tapi karena hubungan kami yang belum kunjung juga
baik, jadi saya lebih menghindari ketemu langsung dengan Dinda,” gitu Dit.
Jelas saya pada Edit
“ohh
gitu yah Ten,”. Sahut Edit.
Setelah
bebrapa menit, Faruk pun sampai menghampiri kami, dengan suasana orang yang
menggigil, maklumlah di kota yang cuacanya memang dingin terus di tamba lagi
saat itu, sudah hampir mau jam tiga pagi.
“gimana
Ruk,” tanya saya.
“emmm
gimana yah Ten. Eehh iya, pokok iya kamu tidak salah” jelas Faruk.”
“Maksut
kamu ruk, apa”??. Tanya saya dengan binggung.
“gini
Ten benar cowok tadi emang benar, dia itu pacarnya dinda sekarang. Aku tadi
buntuti mereka sampe ke rumanya Dinda” jelas Faruk.
Mendengar
info dari Faruk saya makin terpukul, walaupun saat itu saya lagi mabuk berat,
tapi rasanya masih seperti orang sadar karena kabar dari Faruk.
Hari
pun makin terang, sepertinya matahari udah kebelat mau keluar dari timur,
tandanya kami harus pulang ke kos, karena hari itu, hari minggu jadi faruk
tidak ke sekolah.
BAB 3
Muve
On
Sekarang saya sudah satu minggu di kotanya
Dinda, meskipun sudah selama itu tapi saya pun belum berani manampakan diri
ketemu dengan Dinda, maklum persoalan waktu kami mau putus cukup rumit sehingga
dampaknya hinga sampai sekarang kami pun belum punya hubungan yang baik,
padahal dulunya kami itu seperti Romeo dan Juliet yang saling menyayangi
meskipun tiap minggunya saling mencurigai dengan alasan takut kehilangan.
Seperti
pria pada umumnya rasa sayang pada orang yang mereka cintai tak terpatas dan
tak terukur dengan apapun itu, meskipun dibanding-bandingakan dengan
tujukeajaiban dunia itupun belum bisa tertandingi. sehingga hal tersebut
menamai rasa sayang saya apada Dinda cukup terbilang Edan, padahal Dinda itu
permpuan yang sederhana dan polos serta suka pada hal-hal yang yang baru
menurutnya, dia juga tegas dan penceria.
Selain
itu dinda tidak muda memaafkan, jikalaupun dia orang yang pemaaf tidak mungkin
sudah sampai saat ini kamu belum kunjung berdamai.
Demi
menjaga diriku terkontrol serta tidak terpengaruh dengan masalah pribadi yang
sedang melandaku saat itu, saya pun memutuskan mencari pelampisan, tapi kali
ini sudah bukan alkohol medianya untuk pelempiasan tapi melainkan saya harus
meredam sedikit rasa sakit ini dengan menemukan cinta yang baru.
“Iya,
saya harus punya komitmen untuk mendapatkan pengganti Dinda” kata dalam hati
saya.
Walupun
sulit menggantikan Dinda namun harus kulakukan, sekarang waktunya utuk Muve On
mecari cinta yang baru.
Di
hari itu pun saya sudah berniat untuk mencari pacar baru, lumayanlah postur
tubuh yang tinggi, badan kekar serta wajah yang ngga jelek-jelek amat bisa di bilang
ganteng menurut surfei bebrapa teman permpuan saya yang sempat masih ku ingat.
Dengan
modal itulah saya mau cari pacar baru, Faruk
turut Mendunkung dengan niat saya untuk Muve On, Dia pun mulai
mencarikan saya pacar, walaupun saat itu, faruk menawarkan pada saya
teman-teman seusianya yag duduk di bangku sekolah SMK kelas dua, namun saya
menolaknya dengan alasan saya mau cewek yang sementara kulia biar sedikit
dewasa.
“Ruk
kayanya saya tu uda kapok sama yang namanya anak SMA, apa lagi seumuran kamu lagi”
jelas saya pada faruk.
“jadi
mau kamu yang udah kulia gitu?, oke Ten kalau Cuma teman saya yang udah kulia
ada satu teman saya cewek, pas cewek itu lagi jomlo sekarang” tawar faruk pada
saya.
“jadi
kapan dong kamu kenalin cewek itu sama saya”. Tanya saya sama Faruk.
“Sebentar
malam deh kita ke Kosnya, sepulang saya dari kerjakan tugas kelompok.
Malam
pun datang, saya dan faruk sudah mulai bergegas ke kos cewek teman Faruk, kebetulan kos cewek itu
tidak jau dari kos Faruk sekarang hany saja bersebrangan sungai, maklum kota
yang kami sedang tempati ini dibela oleh danau Poso yang indah.
“tok,tok,tok,tok,”
bunyi pintu oleh Faruk.
“selamat
malam, Elis, Elis, Elis, Elis,” pnggil faruk sambil mengetok pintu.
Pintupun
terbuka Elis teman Faruk itu pun mempersilakan kami berdua masuk ke dalam
kosnya yang cukup besar, bagaiman tidak didalamnya ada dua kamar dan ruang tamu
serta dapaur.
“Lis
apa kabar” tanya faruk.
“baik
Ruk, kamu tu uda berapa minggu ini udah ngga perna jalan ke sini, tuh pacar
kamu Merry nanyain-nanyain terus kamu” jelas Elis pada faruk, kabarin tentang
adiknya Merry.
“oh
yah Lis ni teman aku kenalin, namanya Stenlly tapi panggil akrapnya Eten” kata
faruk kenakan saa pada Elis.
“oh
iya kenalin nama saya Elis, panggil aja Elis” jelas Elis sambil berjabatangan
denngan saya,
“iyah
nama saya Stenlly kamu boleh panggil saya Eten” sahut saya sambil mersakan
tangan yang mungil serta dingin itu.
Stelah
pekernalan itu, diantarai jarak tiga hari saya pun mulai meberanikan diri untuk
menembak Elis, lumayan buat pelampiasan sakit hati dari Dinda, saya tau saya
sudah salah karena menembak Elis hanya untuk pelampiasan tapi apa boleh buat,
saya harus lakukan itu demi pisikologis saya.
Sebenarnya
Elis awalnya menolak, tapi tidak tau kenapa mungkin karena saya hanya menembak
Elis lewat via SMS jadi elis awanya menolak namun dengan uraian kata-kata yang
mungkin bisa melulukan hati Elis, pada akirnya memutuskan untuk mencoba
menerima tawaranku untuk menjadi pacarnku.
Kencan
pertama kami lancar-lancar saja kencan hari kedua saya pun berniat mengajak
Elis pada sore hari, dengan pura-pura lewat di depan rumah Dinda. Berharap saat
saya lewat di depan rumah Dinda, Dinda pun meliahat saya dengan pacar baru saya
dan akirnya dinda akan cemburu.
Dengan
trik itu, saya yakin Dinda akan merasa Cemburu dan rasa sakit saya sedikit
terobati akibat kejadian malam itu di pantai FDP. Saya akui cara saya ini
sedikit tidak adil untuk Elis.
Berlahan
pun saya dan Elis mendekati rumah Dinda, saya pada saat itu mengendarai motor
metik saya dengan berboncengan dengan Elis. Saat kami pas sejajar dengan rumah
Dinda rupanya dinda tida ada di rumah, motor matik Dinda tidak ada di depan
rumanya, saya pun suda berfikir misi saya kali ini gagal.
“aduh
celaka misi saya kayanya kali ini gagal, Dinda ngga ada di rumanya lagi”
“tapi
motor metik Dinda tida ada tadi di depan rumahya, mungkin saja Dinda lagi
keluar”
“iyah
dinda lagi keluar, tapi kemana yah”?? terus kata dalam hati saya tanpa
mengiraukan Elis yang sedang asik bercerita dengan saya di atas motor.
Sejau
seratus meter lebih kami telah melewati rumah Dinda, Elis pun meminta pada saya
untuk membelokan motor ke ara pasar dengan, tujuan Elis mau berbelanja sayur
dan lauk untuk dirinya masak di kos nati untuk kami makan malam nanti.
Saya
pun mendengarkan pinta Elis, saat kami hendak memasuki pintu gerbang pasar
dengan pelan-pelan, maklum pada saat itu jalan masuk ke pasar lagi berlubang
lubang dan berkerikil jadi kami harus pelan. Secara kebutulan kami saat itu
berlawanan arah dengan Dinda yang sudah mau keluar dari pasar sedangkan kami
berdua baru saja mau masuk kedalam pasar.
Dinda
pun melihat saya dan Elis, dengan pelan-pelan mengendarai motor metik coklatnya
dan tatapan yang melotot pada saya seperti orang yang keheranan, bagaiman tidak
Dinda taunya saya sedang berada di Manado sekarang, tapi kali ini dirinya malah
melihat saya ada di Kotanya tanpa sepengetahuan dia.
Stelah
kejadian itu, saya ukup merasa puas dan sekalian legah dengan harap, rasa
cemburu saya pada malam itu sudah sedikit terobati,
Kini
sudah hampir satu minggu saya jadian dengan Elis, karena pada saat itu minggu
ke tiga di bulan deseber sudah mau mendekati tanggal 25 december, ditamba lagi
Elis sudah mengikuti final semester jadi
elis memutuskan untuk pulang kekotanya Natalan disana,kota elis tidak jau tapi
hanya betetangga dengan ibu kota kabupaten kami, mebutuhkan waktu sepuluh jam
perjalanan ke sana.
Dinda
saat itu menurut kabar dari temannya perempuan yang sering jalan dengan dia,
katanya Dinda sudah pergi berlibur di rumah neneknya yakni di kampung yang
hanya berantara dua kampung saja dengan kampung tempat saya tinggal, kabar itu
saya pun mempercayainya karena status pada akun facebooknya yang mengunggah
foto tempat wisata yang tidak berjauhan dengan kampung neneknya.
Faruk
juga pada saat itu sudah mau pulang berlibur di kampungnya karena dirinya sudah
menerima Raport Sekolah, tandanya saya juga harus pulang kekampung, ditamba
lagi ibu saya sudah menelpon untuk pulang Natalan di sana, karena tradisi kami
yang berkeyakinan Kristen pada tanggal 25 desember hingga tahun baru kami harus
berkumpul bersama keluarga baik yang ada di rantau harus pulang berkumpuldengan
keluarga.
BAB
4
Pulang
kampung
Hari
itu hari, hari senin hari pertama saya di kampung sejak saya menolakan kaki
dari kotanya Dinda, mendengar saya sudah ada di kampung, teman baik saya sejak
taman kanak-kanak Ato namanya datang ke rumah, menemui saya.
“Selamat
Pagi, Selamat Pagi,” teriak Ato.
“Selamat
pagi” jawab ibu saya,
“mari
masuk Ato” kata Ibu saya.
“Bu,
Eten mana yah”?? tanya Ato
Kebisaan
buruk saya, pada saat itu saya masih saja tidur, pada hal saat itu sudah
menunjukan pukul sembilan pagi.
“sten,
sten, sten, sten, bangun Nak..!! ini temanmu Ato nyariin kamu,” panggil ibu
saya sambil bangunin saya.
Karena
Ato adalah salah satu Best My Frend jadi saya cepat-cepat bergegas bagun dari
ranjang langsung ke kamar mandi dan menemui Ato.
“gimana
bale kabar” pangil Ato, saat saya masih mengusap-ngusapkan handuk di belakang
kepala saya. (Pangilan BALE adalah pangilan kata ganti teman laki-laki untuk
kaum suku Pamona Poso)
“
baik baik bale, saya dengar kamu lanjutin kulia ke makasar yah” tanya say pada
ato.
“iya
bro, say lanjutin kulia di maksar” jawab Ato.
“terus
kamu ambil juran apa To, di Makasar,”??? tanya saya.
“
saya ambil S1 Hukum, kamu gimana tes di Manado kemarin Bro” tanya Ato.
“
yah gitulah kawan, saya musti sabar lagi dulu, saya gagal bro” jawab saya
sambil menguatkan hati.
“ngga
apa-apa bro, kamu kan masih muda, kamu bisa lanjutin kulia lagi” kata Ato
“
iya sih, saya rencananya tahun ajaran baru tahun depan mau lanjutin kulia,
gimana kamu di makasar seru ngga,??” tanya saya.
“
seru juga di sana saya dapat banyak teman baru” jelas Ato.
Pada
pertemuan itu pulah saya menceritakan sakit hati saya pada Ato, kalau Dinda
sudah punya pacar baru, dan Ato pun seperti biasa terus memotifasi saya.
Tahun
baru pun tinggal menghitung hari, hanya menghabiskan dua hari lagi tahun baru
pun tiba, hari itu Ato datang lagi ke rumah saya tapi kali ini Ato menawarkan
pada saya ajakan pergi berwisata.
Menengar
ajakan Ato yang kebutulan tempat wisatanya terletak di ujung kampung Dinda
sekarang berlibur, saya pun tanp pikir panjang saya mau ikut ajakan Ato.
Saat
itu kami empat robongan Motor, semuanya kami satu Kampung, pada saat itu pula
Ato genap usia delapan belas tahun, jadi selain pergi berwisata kami berempat
pula pergi merayakan Ulta Ato,
Geri,
Ono Ato dan saya saat itu yang bersamaan pergi berwisata, hamparan danau yang
hijau dan membiru serta pasir yang kuning keputihan serat gunung yang menghijau
menjadi alasan kuat kami hendak berwisata disana.
Sesampai
di tempat Tujuan, Ono malah berbalik arah pergi menjemput Valis pacarnya yang
kebetulan pacar Valis salah satu teman baik Dinda bagaiman tidak Valis satu
kampung dengan nenek Dinda.
Kami
pun merayakan ulang tahun Ato dengan meria, ditamba lagi Ato mebawa bebrapa botolyakni minuman botol
beralkohol dan makanan ringan yang sengaja sudah dirinya pesan sebelumnya, sat
itu hanya Ano yang mempunyai pasangan sedangkan kami bertiga saya Geri dan Ato
hanya sibuk mengahabiskan minuman botol.
Kali
itu saya sempat berharap kalau dewi fortuna sedang memihak pada saya, bagaiman
tidak Dinda mengesemes Valis untuk menjemput dia di rumah nenenya untuk ikut gabung dengan kami di pantai,
tanpa basa basi Valis menunjuk saya untuk pergi menjemput temannya Dinda.
“Ten
kayannya mantan kamu mau ikut nongkrong di sini deh, bareng kita” kata Valis
sambil nunjukin Sms Dinda pada saya.
“
ohh yah, kalau gitu cepat bilang sama dinda cepat kemari” kata saya.
“ngga
bisa Ten, dia ngga punya kendaaraan mau ke sini, dia minta satu orang pergi
jemput dia di rumah neneknya sekrang, oyah Ten gimana kalau kamu yang jemput
Dinda sekarang”kata Valis.
“
Ide bagus itu!!” seruh saya kegirangan sambil memegang kunci motor, mau
ancang-ancang pergi.
Bersambung
BAB 5.
Kawan
Jadi Lawan
Mendengar pinta Valis, saya pun langsung
begegas meninggalkan mereka, pergi menjemput Dinda. Meskipun tempat parkir
motor cukup terbilang jau dan butuh tenaga yang ekstra untuk sapai, bagaiman
tidak untuk sampai di pantai kami harus menuruni ratusan anak tangga.
Saya pun berlari, anak
tangga demi anak tangga ku lewati naik sambil berlari tanpa pikir saya bisa
saja tergelincir di jurang yang hampir dalam itu. Semangat saya cukup
menggebuh-gebuh, hanya karena alasan saya akan segera bertemu Dinda.
Sesampainya saya pada
tempat parkiran motor, kulangsung bergegas ke tempat tujuanku, di tengah jalan
bunyi telepon genggamku pun berbunyi, demi menjaga keslamatanku, saya pun
berhenti sejenak mangankat panggilan masuk itu.
Rupanya itu Dinda yang
menelpon, dengan sedikit rasa gugup saya pun mengankat tlepon dari Dinda.
“Halo,”.. kata saya
sambil menempelkan handpone pada telinga kanan saya.
“Halo..!! Eten ini??,
tanya Dinda.
“iya saya ini, udah di
jalan mau pergi jemput kamu,” jelas saya dengan sesekali menarik nafas yang
cukup panjang dan mengelurkannya pada mulut.
“Eten, cepat yah aku
tunggu kamu di rumah nenek aku dekat lapangan bola voli,” kata Dinda dengan
suara manjanya.
Stelah menutup
telponya, saya pun melanjutkan perjalanan, hingga saya pun sampai di depan
rumah nenek Dinda, dan sambil mengelurakan Handpone dari saku celana sebela
kiriku, untuk mengesemes Dinda keluar dari rumah.
Hanya berdurasi
beberapa menit saja, Dinda pun keluar dengan penampilan yang cukup unik menurut
saya, karena aku belum pernah sebelumnya melihat Dinda dengan penampilannya
yang sekarang.
“dinda ternyata tidak
banyak berubah dia masih secantik dulu”
kata dalam hati saya sambil memberikan senyuman pada Dinda yang sedang berjalan
mendekatiku.
“Ten ayo kita pergi”
kata Dinda saat sudah naik dibelakangku.
“ohh iya Din,” jawab
saya dengan Gugub sambil menghidupkan Motor.
Meninggalkan satu kilo
meter lebih rumah nenek Dinda, saya baru berani melemparkan pertanyaan pada
Dinda.
“Dinda, kamu apa Kabar”
tanya saya sambil mengendarai motor.
“aku Baik” jawab Dinda
sambil sibuk dengan Hanponenya, seperti orang yang sibuk menerima pesan singkat
dan memabalasnya.
Saat itu, besar dugaan
saya kalau Dinda sedang sibuk mengesemes pacarnya.
“mungkin Dinda lagi
sibuk terima Sms dari pacarnya, malah senyum-senyum sendiri lagi” kata dalam
hati saya sesekali mencuri melihat wajanya lewat kaca spion motor.
Tanpa sadarpun, kami
telah tiba di tempat wisata tujuan kami.
“Din yuk kita sama-sama
turun ke bawah” ajak saya.
“oh iya Ten” sahut
dinda dengan sedikit cuek.
Seampainya kami berdua
di pantai, pacar Ono, Valis dengan kencang memanggil Dinda.
“Dinda cepat kesini
gabung” teriak Valis.
“iya Val!!!!” jawab
Dinda dengan cepat bergegas tanpa menghiraukan saya yang berjalan di belakangnya.
Hari itu, meskipun
Dinda sudah berada di depan saya bersama dengan teman-teman. Namaun saya saja
masih merasa sedih tercampur gugub. Mungkin ini karena respon Dinda yang kurang
baik terhadap saya, tebak dalam hati saya.
Waktupun menunjukan pukul
15:00 sore hari, demi mengurangi kurang nyaman saya, saat itu kumemutuskan
untuk segera pulang, karena saya suda tidak tahan meliahat tingka Dinda yang
sow cuek pada saya.
Saat saya berpamitan
pada Ato, Ono dan Geri serta Dinda dan Valis. Geri malahan ikut pamitan,
alasanya dia mau cepat pulang juga. Saya dan Geri pun bergegas pergi, Ono dan
pacarnya Valis, serta Ato dan dinda masih terus diam di pinggir panta.
Anak tangga demi anak
tangga pun kami lewati hingga sampailah saya dan Geri di tempat parkir motor,
sebnarnya stelah tiba di atas tempat parkir motor, saya langsung menghidupkan
motor utuk pergi namun Geri menahan saya untuk cepat-cepat pergi dengan alasan
dirinya ingin memberitahu saya sesuatu.
Memang sebelum Geri
mengatakan sesuatu pada saya, aku sudah mersakan apa yang hendak ia katakan
padA saya, namun dengan menjaga rasa hormat ku pad sahabat saya itu, yang juga
adalah sepupu saya.
Saya pun mendengarkan
apa yang hendak ia katakan, sebelum Geri mengatakan itu geri malahn meminta
maaf pada saya,
“Ten, jangan pergi dulu
deh, ada yang musti aku omongin sama kamu” kata Geri.
“iya ada apa kawan,”???
pura-pura saya penasaran.
“gini loh Ten, kamu
yang sabar yah” kata Geri.
Mendengar ucapan maaf
Geri di awal katanya, “sudah ku duga ini yang akan Geri katakan terjadi”kata
dalam hati saya.
“Iya Ger, kamu mau
ngomong apa sih” kata saya pura-pura bodo.
“dari tadi kamu
perhatikan ngga sih?? Gerak gerik Ato dan Dinda” kata Geri.
“ngga emangnya kenapa
Ger,”??? pura-pura saya menanyai balik Geri.
“Ten gini semenjak kamu
pergi jemput Dinda tadi, Ato lagi sibuk ngesemesan amah Dinda, terus parahnya
lagi Ono tawarin Ato untuk tembak Dinda, Ten” kat Geri
“sudah kuduga, sudah
kuduga,kan??? Yah mau di apa lagi Ger mungkin mereka udah bermesraan di bawa
sana” kata saya sedikit mengeluarkan air mata yang hagat. \\\\\\\ nekst
Kejadian ini, banyak
meruba karakterku, saya musti akui saya tidak bisa salakan Dinda atau Ato
sahabat dari kecil, sekarang nyatanya menusuk saya dari blakang.
Kejadian hari itu
berdampak pada hubungan akrap saya pada Ato, dan semenjak hari itu pulah saya
dan Ato tidak pernah nongkrong sama-sama lagi, walaupun dampaknya hanya sampai
satu minggu lebih dan kami akrap kembali.
Satu minggu pun berlalu
stelah kejadian itu, tida tau kenapa hari itu telpon genggam saya berbunyi
dengan tulisan Ato memnggil, saya pun mengankat telponya.
“Halo iya Ato ada apa”
bicara saya saat mengangkat telpon ato.
Dengan sedikit kaget,
saya mendengar suara Dinda yang berbicara, rupanya Ato lagi menyambungkan
telponya ke Dinda Pula.
“ka Ten, kamu dimana”
sapa Dinda dengan akrap.
“saya laagi di rumah,
kenapa”?? tanya saya.
“ngga, ka Ten besok ada
waktu ngga, antarin aku pulang” kata Dinda
“ Ato kan ada kenapa
musti saya yang antarin kamu” kata saya pada dinda dengan sedikit jutek.
Ato pun sudah ikut
bicara, mungkin karena dirinya mendengar namanya disebut.
“gini Ten, aku ngga
bisa antarin Dinda besok, aku udah musti harus pulang ke makasar besok pagi,
gimana kalau kamu yang antarin Dinda, lagi pula kamu ngga sibuk-sibuk amat,
gimana Ten” jelas Ato.
“iya ka Ten, Bisa
Kan”??, tanya Dinda.
Sebenarnya aku mau
menolak, tawaran minta tolong Dinda, tapi karena Rasa sayangku lebih dominan
dibanding rasa Beciku saat itu. Jadi saya ngga punya cukup alasan untuk menolak
tawaran tersebut.
Keesokan harinya pun
tiba saya harus cepat begegas pergi menjemput Dinda di rumah Neneknya.
“Selamat
Pagi, Selamat Pagi, permisi,” seruh saya denmgan sopan, dari pagar depan rumah
nenek Dinda.
“slamat
pagi, mari masuk nak” seru Nenek Dinda.
“Oh
iya Nek,” sahut saya.
“Dinda
lagi mandi, tunggu sedikit yah” kata Neneknya.
Rupanya
nenek Dinda sudah tau tujuan saya datang ke rumahnya, kata dalam hati
saya.tidak lama kemudian Dinda pun kemudian keluar dari kamar dengan penampilan
siap untuk berangkat dengan dua tas besar dan satu tas pegangannya. ///
BAB 6
Pelukan
Terakhir Dinda
Kamu
pun beranjak bertolak dari kampung nenek dinda, hingga kini kami sudah hampir
mendekati tempat di mana Ato hendak menunggu Mobil untuk pulang ke Makasar,
ditenganh jalan, Dinda memintaku untuk sejanak meluangkan waktu kami menengok
Ato yang lagi menunggu bus yang hendak dirinya tumpangi untuk pulang,
Hal
ini tentunya tidak terduga olehku, dinda akan meluangkan waktunya bersama
denganku untuk menengok Ato di terminal Sana.
“Ten
nati kalau udah dekat terminal ingatin aku yah, mau singga sama Ato,”kata
Dinda.
“tapi
kamunya mau ngaapain pake singga segala sama Ato,” tanya aku dengan sedikit
menolak.
“pokonya
plisss, tolong deh aku mau bilangin sesuatu sama Ato sebelum dia pergi,” kata
Dinda dengan manja.
Karena
Ato adalah sahabatku walaupun dirinya menusukku dari belakang tapi Ato tetap
sahabat baik aku dari kecil, ditambah lagi Dinda adalah sosok wanita yang saya
cintai walaupun dirinya bukan lagi pacar ku saat itu, namun aku harus relakan
mereka bertemu di terminal, meskipun sakit melihatnya namun ku harus tetap
turuti kata Dinda .
Setalah
beberapa menit pun kami hampir mendekati terminal yang Dinda maksut, disana
sudah Ato bersama ayahnya lagi menuggu bus dari makasar tiba. Melihat Ato dekat
dengan salah satu warung makan di terminal itu, aku pun belahan-lahan
menghampiri Ato dan ayanya dengan motor yang kami tumpangi bersam Dinda.
“woy..
Bro jam berapa lagi bus kamu datang?,” tanya saya dengan pura-pura akrap,
seakan-akan tida ada apa-apa aku dengan Ato.
“nanti
jam dua siang kayanya, bus ini tiba,” jawab Ato dengan sedikit heran dan raut
muka yang menutupi salah.
Mendengar
percakapanku dengan Ato sedikit akrab, dinda mengira kami berdua lagi baik-baik
saja.
Hanya
dengan bebrapa menit saja setiaba kami di terminal, Dinda meminta pada Ato
untuk berbicara sesuatu dengan mejahui aku dan ayah Ato sejenak, Dinda meminta
pada Ato agar mereka berdua bisa sebentar bercerita di dekat parkiran mobil
dekat toilet terminal.
“Ato,,
sebentar aja, kita ngobrol di depan toilet sana, ada yang aku mau bilangin sama
kamu,” kata dinda sambil mengajak Ato.
“kamumau
ngomong apa sih? Kalau ngomong sesuatu di sini aja” tolak ato dengan sedikit
melirik pada saya.
Dinda
pun suda berada di depan toilet dekat parkiran mobil mikrolet sambil memanggil
Ato berharap Ato segera menghampirinya.
“Ato..
Ato sii deh cepat..!!!” panggil Dinda.
Ato
dengan sedikit rasa bersalah terus melihat wajah saya yang sedang asaik
pura-pura menerima pesan BBM.
Melihat
wajah Ato yang agak sedikit bingung dengan pilihannya untuk pergi mendekati
Dinda, saya pun lalu berdiri dengan sedikit canda tawa palsu meminta pada Ato
untuk segera mendekati Dinda, pasalnya dirinya sangat merasa berat hati jika
bercerita berjahuan dari kami.
“Ato,
cepat sana kamu di panggilin Dinda, mungkin ada yang penting dia mau omongin
ama kamu,” saran saya dengn sedikit canda seraya menutupi rasa kecewaku.
Setelah
percakapan mereka itu, yang mungkin hanya sepuluh menit lebih tersebut, saya dan Dinda pun pamitan pada Ato
dan ayahnya untuk segera melanjutkan perjalanan.
Rasa
penasaran dengan apa yang mereka berdua telah percakapkan tadi masih
menghangant di dadaku, namun jika aku tanyakan lagi pada dinda pasti dinda tida
akan memberitauku, biarpun dinda mengatakannya pasti Dinda akan takut karena fikirnya
akan berdampak pada perjalanan darat kami kali ini, yang masih akan menempu
jarak berkisaran delapan pulu kilo meter lebih dari terminal saat itu.
Perjalanan
yang menempu waktu tiga jam lebih itu pun kami berdua pecahkan hingga tiba
dengan selamat di kota Dinda, maklumlah di jalan aku sangat memanfaatkan
kesempatn itu ditamba lagi jalan Nasional yang dengan tikungan berbelok-belok
tajam setra tanjakan dan penurunan yang cukup terjal.
Meskipun
pejalanan kami memakan waktu tiga jam lebih namun aku dan dinda hanya
mengabiskan bercerita stengah jam saja, sejak kami bertolak dari terminal.
Kali
ini berboncengan dengan Dinda sangat berbeda saat kami masih pacaran duluh,
meskipun sesekali motor mengunijaki jalan yang berlubang namun Dinda mengurungkan
niatnya untuk memeluk tubuku seperti duluh, dirinya malahan memegang kuat pada
bahuku dengan hati-hati menjaga jarak agar tubunya tidak bersentuhan dengan
belakangku.
Menilai
respon Dinda kali ini, membuatku sedikit sadar kalau Dinda sudah benar-benar mutlak
dengan pilihanya untuk tidak akan lagi kembali denganku.
Setiap
warung tempat singgah yang kami lewati, aku berharap dinda akan meminta padaku
untuk berhenti sejenak, namun tak satupun warung tempat singgah kami singgahi.
Memang pernah aku meminta pada dinda untuk berhenti sejenak dengan sedikit
alasan, malahan Dinda memintaku agar tidak berheti sejenak, karenanya alasan
dirinya takut jika tidak sampai di rumahnya dengan tepat waktu.
Kami
pun tiba di depan rumah Dinda, seperti bisa, Dinda mengajak untuk mampir di
rumanya dengan tawaran segelas teh untuk menghilangkan rasa pegal saat
perjalanan.
Setelah
minum teh, jam di rumah dinda sudah menunjukan pukul 17: 43 saya berpamitan
pada dinda untuk pulang, namun Dinda menyarakan untuk tidak pulang dulu dengan
alasan dirinya kuatir, bagaiman tidak perjalananku untuk pulang cukup terbilang
jau butuh waktu dua jam lebih untuk perjalanan darat menggunakan motor ditamba
lagi saat itu musim hujan, jadi dengan alasan itupun dinda memintaku untuk
melanjutkan perjalanan besok paginya.
“Dind,
saya Pamitan pulang dulu yah?? Pamitku pada dinda.
“kamu
yakin,? mau pulang sekarang, kalau saran aku si lebi baik kamu pulang aja besok
pagi, lagi pula ini sudah mau hampir malam juga cuaca di luar sana kayanya udah
mau turun ujan,” saran dinda dengan sedikit muka yang kuatir.
“baiklah
kalau kamu memaksa, aku lanjut besok pagi aja deh, tapi Dind untuk malam ini
bisa ngga kita kencan berdua, ada banyak yang harus aku omongin empat mata
dengan kamu” jawab aku sambil memanfaatkan momen itu.
“hmmmmm
gimana yah, iya nati aku kabarin kamu sebntar, bdw jam-jam delapan malam yah
kamu datang jemput aku,” jawab Dinda dengan sedikit malu.
Mendengar
ajakan kencanku di respon Dinda, langsung berpamitan pada Dinda, pergi untuk cari tempat menginap. Sebenarnya
Dinda menawarkan untuk menginap di rumahnya, tapi tawaran tersebut tidak terlu
kurespon dengan alsan berat hati, jika aku tidur di rumah Dinda.
Aku
pun mulai bertolak dari rumah Dinda, mencari tempat buatku menginap, karena
cukup banyak uang yang ku miliki saat itu, aku lebih memili bermalam di Hotel Kelas Melati, lumayanlah biar Cuma
menginap satu malam, pikirku. Ditamba lagi kota Dinda adalah salah satu kota desiminasi
wisata, jadi tidak sulit untuk mencari penginapan.
Ohh
satu kelupaan, saat aku hendak mepersiapkan diri untuk menjemput Dinda, saat
masih di kampung, aku tidak lupa membawa hadia ulang tahun Dinda, yang tidak
sempat kuberikan padanya, memang sih ulang tahun Dinda tepatnya masih lamah,
tapi ini kado satu tahun lalu yang tertunda. penyebapnya hanya berantara dua
minggu sebelum Dinda ulang tahun ,kami berdua sudah putus terlebih dahulu.
Kini
alaram di Handphoneku sudah berbunyi dengan nada has alaram, sengaja
kupasangkan alram agar jam menjemput dinda tidak terlambat.
“Waktunya
aku pergi sekarang, Dinda mungkin sudah menunggu disana,” pikirku saat itu.
Seperti
biasa tebakku tidak meleset, Dinda sudah dengan penampilan hasnya di beranda
depan rumanya, lagi menungguku untuk pergi kencan bersama, meskipun kencan hanya
sebatas teman namun, diriku sudah mensukuri itu, dibanding dengan sebelumnya
aku hanya melihatnya dari jau.
“yuk
Dind, kita pergi,” ajak aku pada Dinda.
“Bu,
aku pergi duluh yah, Eten udah datang ni jemput aku,” Teriak Dinda sambil
berpamitan pada ibunya.
“terus
kamu mau ajak aku kemana,” tanya Dinda saat sudah duduk di bocengan belakaung
ku.
“keman
aja, yang penting bersama kamu, aku ngga apa-apa kok seklipun sampai habis
jalan,” jawab dengan sedikit canda.
“serius
ni kita mau kemana, kalau kamu ngga jelas tujuanya, aku turun ni,” ancam Dinda
sambil ketawa.
“kita
pergi makan dulu baru kita cari tempat yang pas untuk ngobrol, gimana??,” tawar
aku sama Dinda.
“oke
ayo kita kemon,” kata dinda sambil pegangan di pundaku.
Karna
suasannya hawanya saat itu dingin, kami lebih memili makan yang berkua seperti
bakso.
“Dind
kita makan bakso aja yah biar angat, pas ni dingin-dingin” ajk aku dengan
spontan.
“terserah
kamu saja ten,” kata Dinda.
Setelah
kami berdua makan di salah satu warung bakso, kami berdua pun mendapat telfon
dari tante Dinda untuk mengantarkan kiriman dari neneknya pada tantenya yang
tinggal tidak jau dari rumahnya.
Dengan
sedikit menyesal Dinda meminta pada saya untuk menemaninya terlebih dahulu
menantarkan kiriman itu, pasalnya saat itu kami sudah merencankan untuk
berbicara empat mata denganya di suatu tempat.
Sengan
rendah hati, aku lebih mengutamakan ingin Dinda,
“Ten,
tante aku sms ni, kanya kiriman tadi mau di antar malm ini katnya, terus kita
ngbrol yang kamu bilang tadi di tunda dulu yah. Ntar low udah pulang dari sana
baru kita cari tempat yang pas deh..!!,” kata dinda.
“oh
iya Dind, lebih baik kita ikutin duluh pintah tante kamu,” kataku pada Dinda.
Tak
terasa waktu pun, menunjukan pukul 21: 21 malam Waktu Indonesia Tengah, saat
itu kami pun pergi mengntarkan kiriman yang berbungkuskan pelastik hitam, aku
tidak tau kirman itu apa, tapi setau saya kiriman itu adalah obat untuk tante
Dinda, seingat pesan neneknya sebelum kami berangkat tadi pagi dari kampung
nenek Dinda bilang kalau itu obat yang harus segera di antarkan setiba kami di
tempat tujuan.
Stelah
kami berdua mengantarkan kiriman itu, kami berdua pun pulang dari sana, di
tengah jalan aku pun mulai beranya pada Dinda.
“Kita mau ngobrol di mana ni Dind,” tanya saya
pad Dinda.
“terserah
kamu aja Ten,” kata Dinda.
Dengan
spontan, sedikit disengaja, aku lebih memili di tempat yang sunyi dan sedikit
gelap hanya cahaya bulan saat itu yang menerangi sekeliling kami, tempat itu
sedikit romantis dengan pemandangan danau yang di terangi cahaya bulan yang
agak kekuning-kuningngan serta lampu-lampu kecil, dari jau yang asalnya dari kampung yang ada
di seberang danau sana.
Uap
air danau seakan membiru, dan memnebunyikan kehangatan naik ke atas, malm yang
dingin terasa lengkap dengan kehadirannya, walau kali ini hanya sebatas teman.
Tiap
kata terhempas berharap balasannya yang sefikir dengan inginku, namun ternyata
aku salah menerkanya, keadaan kini makin menarik kencang uluh hati setelah
mendengar jawaban kata maaf di awal kata.
Kumakin
memallukan kaum Adam, dengan rasaku yang tak sadar kalau bumi ini besar dan
berputar, mendengar kata maaf itupun mengundang haru.
“MAAF
Ten, aku ngga bisa lanjutin, hubungan kita seperti dulu lagi, kayanya aku
merasa kau dan aku baiknya berteman saja” kata Dinda sambil memegang kedua
tangan ku.
Rasanya
mau menagis, tapi karena menjaga nama baik pria Gentelman pemberani dan tidak
mau malu-maluin di muka cewek, terpaksa aku menahanya, meskipun sakit di
tenggorokan.
Diam
tanpa kata, seakan tak berdaya selama beberapa menit tak bisa ku hindari,
maklum semua sistim kerja otak baik kanan maupun kiri, terasa beku.
Melihat
keaadaan itu, Dinda mencoba memberi sedikit Hiburan dengan pelukan yang cukup
lama, dengan kata maaf seakan meberi solusi untuk mencari hati yang lain, untuk
kusinggahi.
“Ten,
kamu masih bisa cari perempuan yang lebih baik dari aku,” saran Dinda sambil
memeluku.
“tapi
Dind, tidak adaa cewek kaya kamu yang pernah aku kenal,” kata saya dengan suar
yang hampir kecil dekat telinga Dinda.
Pelukan
yang hampir lama itu pun ku lepaskan karena tidak enak pada Dinda, saat itu
dirinya adalah milik orang lain, jadi aku lebih merasa bersalah, meskipun
banyak menikmati.
Tidak
tau kenapa setelah pelukan itu, kulepaskan Dinda malah menarik kembali aku utuk
berpelukan dengan dia, meski tidak selama pelukan pertama tadi namun Dinda
menikmati itu, terbukti saat dirinya melepaskan pelukan tersebut, Dinda malah menarik kepalaku dengan kedua
tangannya seakan memberikan ciuman bibir terakir padaku, itu tidak lama
haya beberapa detik saja.
Sedikit
kaget memang, tapi namanya Manusia normal pasti respon alami dapat terjadi.
Stelah ciuman bibir terakir itu hanya berantara beberapa menit aku pun mengecup
dahinya, dengan sedikit air mata hangatku yang jatuh pada pipinya kanan dan
kirinya.
Setelah
kecupan pada dahi Dinda, kami pun pulang tanpa ada percakapan khusus pun, yang
ada hany pinta Dinda agar segera mengntarkanya pulang ke rumah.
Malam
itu setelah kumengantar Dinda di rumahnya, portal baru berwarnakan dimensi
putusan khusus yang berngkat dari keputusan Mutak Dinda, sepertinya merubah
opsesiku pada Dinda dengan melebelkan pada diriku berbagai motifasi.
Saya
sadar saat itu, kalau putusan mutlak dari Dinda akan mengantarkan ku pada satu
niat untuk lebih fokus pada masah depan, maklum anak laki-laki yang hampir 19
tahun, belum cukup telatih untuk patah hati.
Dinda
adalah sosok perempuan yang bertingkalaku seprti Tipe Karakter cewek yang berpikir
bahwa dunia sedang memandanginya melalui kacamata dengan bingkai kelopak bunga.
Ia
sering berpikir bahwa orang berpikir dan berbicara hanya hal baik saja mengenai
dirinya, dan seringkali ia kecewa karena mengetahui bahwa orang-orang tidak
hanya tidak benar, bahkan tidak ada, pada saat itu pula ia merasa sakit hati.
Dinda
juga sering berpikir bahwa jalannya haruslah menjadi jalan yang indah. Ia
berpikir hanya mengenai hal-hal indah, maka hanya hal itulah yang ia
persiapkan, dan selalu mengatur hal-hal yang baik saja untuk dirinya, dan
mengaturnya sedemikian rupa seakan dia selalu berada di jalur yang pas,
sebetulnya cukup sistematis.
Jika
tidak ada cowok dalam hidupnya, ia akan berusaha sibuk sendiri. Cewek yang
nampak biasa-biasa saja ini akan berusaha mendorong dirinya untuk mencapai
tujuannya.
Dinda
juga cewek yang tampak langsing dan panjang, tulang pipi yang tinggi, alis yang
sedikit melengkung ke atas, lebih cenderung kecil sedikit, bibir tipis dan ia seperti
memiliki campuran karakter yang cukup membingungkan.
Walau
Kadang dia sangat berhati-hati dalam memilih cowok teman bergaul. Dirinya
sering berpikir seakan-aakan dia memiliki CPU utama di kepalanya, dan ia dapat
mengingat semua hal sejak dari masa kecilnya.
Ketika ia menghadapi masalah, Dinda akan
segera mengatasinya, dan akan memecahkannya dengan baik, dan bersamaan dengan
itu pula menunjukkan kepada orang bahwa ia memiliki kemampuan.
Saya
begitu mengenal karakter Dinda, maklumlah kami pacaran cukup lama, dan selama
itu pun saya belajar tentang karakternya, ada beberapa aspek yang membuatku
cenderung lebih untuk melebel otaku dengan pandangan bahwa dinda tak ada
duanya.
Keadaan
hari ini, sangat berbeda jau dengan hari kemarin saat aku masih mati-matian
untuk balikan sama Dinda, bakan rasa cinta yang sempat kumiliki sekarng
kualikan pada emosi yang positif.
Hingga
pada suatu saat di sebua kafe aku dan Dinda ketemu dengan pasangan kami masing,
Dinda dengan sedikit heran, melihatku hanya menyapanya dengan senyuman kecil
serta dengan candannya yang seakan memujiku.
Saya
lebih sadar kalau kisah kami berdua adalah rumit tapi itu tidak bisa kupungkiri
aku pernah melewatinya dengan bebrapa respon yang unik, Buktinya hari ini bisa
jadi tulisan..
Hahahahahahaha oleh : Stenlly...
TAMAT..
Komentar
Posting Komentar